Pandega Agung Korban Dalam Perkara Penipuan, Terdakwa Sun Hermawan Beberkan Skenario Tipu Investor

SURABAYA-Pengadilan Negeri Surabaya kembali menggelar sidang lanjutan dalam perkara dugaan penipuan proyek fiktif pengangkutan tiang pancang beton yang mengakibatkan kerugian lebih dari Rp100 miliar bagi PT Bima Sempaja Abadi (BSA). Sidang yang berlangsung terbuka untuk umum ini digelar di ruang Cakra dengan agenda pemeriksaan keterangan empat terdakwa, yakni Anita, Ponidi, Pandega Agung, dan Slamet Bagio alias Sun Hermawan. Jaksa Penuntut Umum Estik Dilla dari Kejaksaan Negeri Tanjung Perak bertindak dalam persidangan tersebut.

Terdakwa I: Anita – Direktur Utama ‘di atas kertas’ Dalam keterangannya, terdakwa Anita mengaku hanya pegawai bagian administrasi di PT Arthamas yang kemudian dijadikan Direktur Utama sejak 2016 atas penunjukan sepihak oleh Ponidi. Ia mengaku tidak memahami fungsi direktur, tidak terlibat dalam pengelolaan usaha pengangkutan beton, dan hanya mengikuti perintah Ponidi. Ia juga mengaku pernah disuruh menandatangani kontrak kerjasama dengan beberapa investor tanpa mengetahui isi kontrak.

Anita mengungkapkan bahwa aliran dana dari PT BSA dikirim ke CV Adil, lalu ke PT Arthamas, dan akhirnya ke PT milik Slamet Bagio alias Sun Hermawan. “Semua yang mengatur keuangan itu Ponidi, saya tidak tahu soal pemotongan dana atau laporan keuntungan,” ujar Anita.

Ia juga menyatakan, bahwa proyek pengangkutan beton ini tidak memiliki perjanjian tertulis, hanya bersifat lisan, dan ia pernah menandatangani empat kontrak yang tak dipahaminya.

Terdakwa 2 Ponidi, Komisaris PT Arthamas, mengakui bahwa dirinya yang menjalankan perusahaan, mencari investor, dan mengenalkan Sun Hermawan sebagai pihak yang memiliki kontrak pengangkutan dengan PT Varia Usaha Beton. Ia menyebut meyakinkan investor melalui kunjungan ke area Varia Usaha (meski tidak masuk ke kantor utama), serta menggunakan nama Sun Hermawan sebagai pihak terpercaya.

Menurut Ponidi, tidak ada SOP, kontrak resmi, ataupun legalitas dalam skema kerjasama tersebut. Ia mengakui menggunakan CV Adil atas permintaan Ghani sebagai perantara aliran dana investor, dan pembagian keuntungan dilakukan 10% untuk investor, 10% untuk tim (termasuk dirinya, Sun Hermawan, Ghani, dan Pandega), serta 5% untuk tim Varia Usaha. Ia juga menyebut surat jalan dikeluarkan oleh PT SPS, lalu dikirim ke Pandega dan diteruskan ke PT Arthamas.

Pandega Agung, Direktur CV Adil, mengaku pernah bekerja sama dengan Ponidi sejak 2016. Ia juga pernah menjadi investor dengan pembagian keuntungan 10% melalui PT Pattaya. Ketika Indolink tak lagi digunakan sebagai perantara investasi, Umar Ghani meminta Pandega memakai nama CV Adil sebagai pengganti, dengan skema aliran dana dan fee yang telah disepakati bersama Ponidi.

Pandega mengaku hanya bertugas meneruskan laporan dari data yang diberikan Ponidi. Ia menyebut pernah mendapat data harian dari seseorang yang mengaku Sun Hermawan, namun kemudian mengklarifikasi bahwa orang itu bukanlah yang ia kenal sebagai Sun Hermawan. Ia tidak pernah menyaksikan langsung kegiatan pengangkutan dan hanya mendapatkan informasi dari Ponidi. “Saya hanya melaporkan data yang diberikan Ponidi, tidak tahu soal teknis lapangan,” ucap Pandega.

Pandega juga menyatakan, bahwa semua pembayaran dari VOB ke vendor dilakukan via transfer, dan dirinya sempat ingin melihat lokasi pemuatan tetapi tidak diperbolehkan oleh Ponidi karena alasan tidak mendapat izin dari Slamet Bagio.

Terdakwa IV: Slamet Bagio alias Sun Hermawan, pada kesaksiannya. Terdakwa Slamet Bagio alias Sun Hermawan mengungkap peran sentralnya dalam skema manipulatif tersebut. Di hadapan majelis hakim, Sun secara gamblang mengakui bahwa proyek pengangkutan beton yang disebut-sebut melibatkan PT. Varia Usaha Beton (VOB) sejatinya tidak pernah ada.

Lebih mengejutkan, Sun mengaku diminta menyamar sebagai Slamet Bagio—nama yang dikenal sebagai direktur operasional VOB—demi meyakinkan investor dari PT. Bima Sempaja Abadi (BSA). “Kalau tidak ada Slamet Bagio, ya tidak usah pisan,” ujar Sun, menirukan ucapan Ponidi, terdakwa lain yang diduga menjadi penghubung utama dalam skema ini.

Dalam pengakuannya, Sun menyebut bahwa dana investor hanya “diputar-putar” tanpa pernah digunakan untuk realisasi proyek. Ia juga menyebut mengalami tekanan finansial dan menggunakan skema gali lubang tutup lubang hingga akhirnya melarikan diri ke Pacitan. Tak hanya itu, ia mengakui pernah mengatur kunjungan ke pabrik VOB di Gresik sebagai bagian dari sandiwara besar untuk meyakinkan korban.

Kesaksian Sun semakin menegaskan, bahwa proyek ini dirancang untuk menipu investor secara sistematis, dengan menggunakan nama-nama perusahaan ternama dan identitas palsu demi mengelabui korban.

Seusai persidangan, Tim kuasa hukum Terdakwa Pandega Agung dari HK Law Firm menegaskan, Kliennya dalam Perjanjian yang dibuat bersama dengan PT. BSA sejak awal kedua belah pihak sepakat untuk tidak dijalankan, dan hal ini juga telah diakui dipersidangan oleh Saksi Korban Hardian dari PT. BSA, karena sejak awal sudah mengetahui CV. Adil tidak memiliki armada. Tugas CV. Adil dalam kerja sama tsb adalah seperti yang dijelaskan Omarghani yaitu sama seperti PT. Indolink, melaporkan pemuatan yang datanya diperoleh dari Ponidi.

Niat Terdakwa Pandega Agung bersedia bekerja sama adalah bekerja jadi sepantasnya bila menerima fee yang besarnya juga wajar yakni sebesar 1%.

Terdakwa Pandega Agung sebelum menerima tawaran bekerja sama sudah melakukan penelitian mendalam sebelum bekerja sama, apakah benar ada kerja sama antara PT. Arthamas dengan PT. VUB dan faktanya Ponidi memberikan bukti kepada Terdakwa Pandega Agung yg ditunjukkan dalam persidangan yaitu Serah Terima pekerjaan dari PT. VUB kepada Podini adalah Serah Terima pekerjaan dari PT. VUB kepada Ponidi. Untuk lebih meyakinkan Pandega Agung juga diajak Ponidi Suervey ketempat pemuatan PT. VUB di pelabuhan Gresik dan gudang PT. VUB

Disamping Pandega Agung juga pernah menjadi Investor, pada saat diajak kerja sama sudah ada Investor yg bekerja sama yaitu PT. Wisantra dan EUSU. Hal2 tersebut yg membuat Terdakwa Pandega Agung yakin bekerja sama.

Setelah bekerja sama, seluruh proses terkait PT. BSA disiapkan oleh Omarghani termasuk drfat perjanjian, skema pembayaran dan fee dengan menggunakan bendera CV. Adil.
Ironisnya Omarghani tidak pernah diperiksa oleh Penyidik atau dihadirkan di Sidang perkara tersebut.

Tim kuasa hukum megaskan, Kliennya bukan pelaku tindak kejahatan namun juga korban dalam perkara ini. Perjanjian yang dibuat dengan PT. BSA tidak hal2 yang disembunyikan atau ada tipu muslihatnya. Jika isi perjanjian tidak dijalankan karena memang PT. BSA sudah menyepakati hal tersebut.

Terbukti pula pada saat PT. BSA mengajukan gugatan perdata, Terdakwa Pandega Agung putusan pengadilan terbukti BUKAN pihak yang wanprestasi dan tidak dijatuhi sanksi untuk membayar hutang kepada OT. BSA. {Tim}