Ben Hadjon PH Terdakwa Stefanus Sulayman: Dalil JPU Berdasarkan Asumsi Bukan Fakta

SURABAYA-Terdakwa Stefanus Sulayman perkara tindak pidana pasal 372 tentang penggelapan kembali digelar di PN Surabaya. Tim penasehat hukum, Ben Hadjon membacakan Duplik terkait Replik oleh tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Rakhmad Hari Basuki dari Kejati Jatim, yang telah menuntut terdakwa selama 4 Tahun.

Pembacaan Duplik yang diawali oleh advokat Ben, terlihat cukup tebal dan panjang hal tersebut juga atas permintaan Stefanus, yang selalu mengikuti sidang dari tahanan lapas Kupang, NTT. Kendati sebelum Duplik dibacakan, Hakim ketua Tongani yang didampingi hakim anggota Khusaini, dan Darwanto, sempat menyampaikan pesan kepada pengacara agar dibacakan point – pointnya saja.

Pembacaan Duplik yang diawali oleh advokat Ben, terlihat cukup tebal dan panjang hal tersebut juga atas permintaan Stefanus, yang selalu mengikuti sidang dari tahanan lapas Kupang, NTT. Kendati sebelum Duplik dibacakan, Hakim ketua Tongani yang didampingi hakim anggota Khusaini, dan Darwanto, sempat menyampaikan pesan kepada pengacara agar dibacakan point – pointnya saja.

“Penasehat hukum terdakwa Dupliknya bisa dibacakan point – point nya saja ya bisa ya,” ujar majelis hakim ketua kepada pengacara Ben Hadjon, Kamis (17/11) diruang Tirta 1 Pengadilan Negeri Surabaya.

Kemudian dari layar monitor, terdakwa Stefanus pun langsung memohon kepada majelis hakim meminta agar pengacaranya membaca sampai selesai.
“Yang mulia, kalau bisa dibaca lengkap yang mulia sampai selesai,” kata terdakwa.

Usai sidang di luar ruangan Advokat senior Ben D. Hadjon kepada media mengatakan, dalam dalil penuntut umum Bahwa saudara Harto Wijoyo tidak hadir dalam penandatatanganan ikatan jual beli dan kuasa menjual dihotel Sheraton, sebagai dalil yang berdasarkan asumsi bukan berdasarkan fakta persidangan, fakta persidangan menunjukan secara jelas berdasarkan keterangan saksi Yohanes Maria Fiwnei, Charis Junaedi, Notaris Maria Baroro, Hendra Theimailattu, semuanya menunjukan secara jelas Bahwa, saudara Harto Wijoyo hadir dan menandatangani ikatan jual beli dan kuasa jual secara jelas,” kata pengacara Ben Hadjon.
Ben Hadjon menambahkan, kronologi sebelum terjadi kasus bahwa Harto disebut datang bersama – sama dengan saksi saksi ke hotel Sheraton.

“Apalagi keberangkatan dari Malang ke Surabaya itu, saksi Charis Junaedi dan Yohanes berangkat bersama – sama dengan Harto Wijoyo dari Malang, walaupun beda kendaraan dan menurut keterangan kedua saksi ini mereka tiba di hotel Sheraton secara sama – sama, artinya ketika kedua saksi sudah tiba berarti saudara Harto sudah tiba juga, bagaimana mungkin sudah tiba di sheraton. Tetapi penuntut umum mendalilkan, bahwa Harto Wijoyo paling cepat jam 6 malam atau jam 6 sore baru tiba dihotel sheraton, kalau kita melihat fakta persidangan dasarnya keterangan saksi, Semuanya menyatakan bahwa Harto Wijoyo hadir dan menanda tangan ikatan jual beli dan kuasa jual pada tanggal 27 Juni 2017 di hotel Sheraton,” ungkapnya.

Perlu diketahui, berawal Stefanus Sulayman dilaporkan Harto Wijoyo, ketika itu Harto mempunyai utang di Bank BRI Cabang Kawi Malang sebesar Rp 15 Miliar, dan diminta pihak Bank agar melunasi utangnya, dan apabila tidak akan dilakukan lelang atas aset yang diagunkan, kemudian Harto berupaya mencari pinjaman dana diluar bank, untuk mengamankan asetnya agar tidak dilelang.

Bahwa pada Mei 2017, Harto dipertemukan dengan terdakwa oleh Ichwan Iswahyudi Charis di sebuah Cafe salah satu Hotel di jalan Basuki Rahmat Surabaya, dan dalam pertemuan tersebut, Harto (pelapor) mengajukan pinjaman sebesar Rp. 7.5 Miliar, dengan rencana akan menyerahkan jaminan berupa 7 asset tanah dan bangunan.

Selanjutnya, terdakwa bersedia memberikan pinjaman kepada pelapor dengan terlebih dahulu menandatangani surat kesepakatan berupa surat Perjanjian Jual Beli Asset Dengan Opsi Beli Kembali (Repo).

Bahwa setelah menyerahkan 7 sertifikat tanah dan bangunan miliknya kepada terdakwa, beberapa hari kemudian Harto datang menemui terdakwa dikantornya di jalan Manyar Kertoadi Blok W No.528 Surabaya, untuk meminta kekurangan pinjaman yang dijanjikan oleh terdakwa, selanjutnya setelah Harto menandatangani beberapa lembar kertas kosong sesuai permintaan terdakwa, maka pelapor menerima dana secara bertahap.

Setelah menerima 7 sertifikat tanah dan bangunan, terdakwa tanpa seijin dan sepengetahuan Harto, meminta kepada notaris Maria Baroroh untuk dibuatkan Pengikatan Jual Beli, dan Kuasa untuk menjual, selanjutnya notaris Maria menerbitkan Pengikatan Jual Beli dan Kuasa untuk Menjual tertanggal 20 Juni 2017.

Sesuai permintaan terdakwa, yaitu Harto sebagai penjual sedangkan terdakwa dan Hendra Thei Mailattu sebagai pembeli, sehingga mengakibatkan Harto Wijoyo mengalami kerugian sebesar Rp. 30 Miliar.
Maka, atas peristiwa itu terdakwa Stefanus Sulayman diancam pidana sesuai dengan pasal 372 KUHP. {B. Sitinjak)