Diduga Arogan Terdakwa Notaris, Sidang Terbuka Larang Wartawan Foto Liputan

SURABAYA-Diduga arogan, terdakwa Feni Talim seorang Notaris dan PPAT yang berkantor percis di samping Pengadilan Negeri Surabaya, Ia dalam perkara pemalsuan surat kuasa pengurusan sertifikat. Dalam sidang sedang berjalan terdakwa secara garang melarang dab menghardik wartawan saat melakukan peliputan ketika mengambil foto istri terdakwa Notaris Edhi Santoso (berkas terpisah) itu melarang dengan mengacungkan jari telunjuk ke arah wartawan yang disaksikan beberapa wartawan yang sedang meliput.

Peristiwa menghardik Wartawan itu terjadi, saat terdakwa Feni menjalani sidang perdana di ruang Garuda 2, Pengadilan Negeri Surabaya dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hari Basuki.

Awalnya ketua majelis hakim Suparno membuka jalannya persidangan. Ketika kamera foto HP diarahkan kepada Feni yang duduk di kursi terdakwa, Feni langsung bereaksi.

“Mas, jangan foto-foto. Saya tahu kamu wartawan. Jangan foto-foto,” ujarnya terkesan emosi seraya menunjuk ke wartawan yang sudah bersiap mengambil foto terdakwa saat duduk di kursi pesakitan, Kamis (9/6/22).

Merasa sidang dibuka dan terbuka untuk umum, wartawan tersebut langsung mengataka, dasar dirinya melakukan tugas peliputan berdasarkan UU Nomor 40 tahun 1999 tentang pers. “Sidang terbuka untuk umum. Saya dilindungi UU Pers,” tegasnya.

Mendapati kericuhan tersebut, hakim Suparno langsung menengahi bahwa jika sidang memang terbuka untuk umum. “Mas, memang sidang terbuka untuk umum. Tetapi bila terdakwa tidak berkenan diambil fotonya. Mohon dihormati,” tandasnya.

Dalam peristiwa ini, sebenarnya seorang terdakwa notaris yang sudah banyak menimba ilmu kiranya paham tentang jurnilis dan termasuk UU Nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Karena peristiwa tersebut, kategori suatu perbuatan yang menghambat tugas wartawan sesuai termaktub dalam pasal 18 ayat 1. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). {JAcK}