SURABAYA-Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan pemalsuan surat yang menjerat Notaris Dadang K., S.H. Sidang yang berlangsung pada Selasa (11/3/2025) ini beragenda mendengarkan keterangan saksi fakta dan saksi ahli yang diajukan oleh tim kuasa hukum terdakwa.
Dalam sidang tersebut, penasihat hukum menghadirkan Dr. Ghansham Anand, S.H., M.Kn., seorang akademisi dari Universitas Airlangga (UNAIR) yang ahli di bidang Perikatan dan Kenotariatan. Keterangan saksi ahli ini bertujuan untuk mengklarifikasi apakah akta yang dibuat oleh Notaris Dadang K. mengandung unsur perbuatan melawan hukum atau hanya kesalahan administratif.
Dalam kesaksiannya, Dr. Ghansham Anand menjelaskan bahwa suatu akta notaris dapat kehilangan nilai autentiknya apabila terdapat kesalahan prosedural dalam pembuatannya. Namun, hal ini tidak otomatis membuat akta tersebut batal demi hukum.
“Jika prosedur pembuatan akta tidak sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, maka akta tersebut hanya memiliki kekuatan pembuktian seperti akta di bawah tangan, bukan berarti batal demi hukum,” ujar saksi ahli di hadapan majelis hakim.
Selain itu, ia juga menegaskan bahwa untuk menyatakan seorang notaris telah melakukan perbuatan melawan hukum, harus memenuhi empat unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yaitu: Adanya perbuatan melawan hukum, Adanya kesalahan, Adanya kerugian bagi pihak tertentu, dan Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian yang ditimbulkan.
“Jika salah satu unsur ini tidak terpenuhi, maka seseorang tidak dapat dituntut atas perbuatan melawan hukum,” tambahnya.
Selain saksi ahli, sidang juga menghadirkan drh. Trio Ahmad Muzzaky, Ketua Yayasan Pendidikan Dorowati Surabaya periode 2012–2021. Dalam keterangannya, Muzzaky menjelaskan bahwa Yayasan Pendidikan Dorowati Surabaya mengalami konflik hukum setelah munculnya Yayasan Pendidikan Dorowati Jaya, yang mengklaim kepemilikan yayasan dan asetnya.
Menurutnya, dualisme yayasan ini berdampak pada pencabutan izin operasional sekolah yang dikelola oleh Yayasan Pendidikan Dorowati Surabaya. Konflik ini juga menjadi latar belakang masalah hukum yang kini menjerat Notaris Dadang K., karena akta yang dibuatnya menjadi bagian dari sengketa tersebut.
“Kami mengikuti prosedur yang berlaku, termasuk dalam pengurusan legalitas yayasan melalui notaris. Namun, setelah adanya yayasan baru, muncul klaim yang menyebabkan permasalahan hukum,” jelas Muzzaky.
Ia juga menegaskan, bahwa perubahan nama yayasan menjadi “Yayasan Pendidikan Dorowati Surabaya” telah sesuai dengan kesepakatan pendiri dan mengikuti regulasi yang berlaku.
Sidang ini menjadi titik penting dalam menentukan apakah tindakan Notaris Dadang K. masuk dalam kategori pemalsuan surat sesuai dengan Pasal 263 KUHP atau sekadar kesalahan administratif dalam prosedur kenotariatan.
Majelis hakim menetapkan bahwa sidang lanjutan akan kembali digelar pekan depan dengan agenda pemeriksaan langsung terhadap terdakwa Notaris Dadang K. untuk menggali lebih dalam perannya dalam penyusunan akta yang dipermasalahkan. {Tim}