Terdakwa Penipuan Investasi Ekspedisi, Hj. Nur Laila Didakwa Rugikan Korban Rp132 Juta

SURABAYA-Pengadilan Negeri Surabaya kembali menggelar sidang perkara dugaan penipuan investasi fiktif dengan terdakwa Hj. Nur Laila, warga Kedunganyar, Surabaya. Perempuan yang dikenal di lingkungannya sebagai pelaku usaha ekspedisi itu didakwa telah menipu rekan-rekannya dengan modus investasi bisnis pengiriman barang yang menjanjikan keuntungan tinggi.

Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum, disebutkan bahwa pada Selasa, 30 Mei 2023, terdakwa menghubungi korban Sri Suningsih melalui aplikasi WhatsApp. Kepada korban, Nur Laila menawarkan kerja sama bisnis ekspedisi pengiriman barang, dengan iming-iming keuntungan 8 persen setiap periode 12–15 hari kerja, tergantung jenis pengiriman — impor maupun kargo domestik.

Terdakwa meyakinkan korban dengan menunjukkan status WhatsApp berisi foto-foto aktivitas ekspedisi dan kontainer, serta mengaku sudah ada sejumlah teman yang lebih dulu menanamkan modal dan menerima keuntungan. Ucapan-ucapan itu membuat korban percaya dan akhirnya mengirimkan uang Rp655 juta ke rekening pribadi terdakwa secara bertahap.

Namun, dari total dana yang diterima, terdakwa hanya mengembalikan sekitar Rp523 juta. Sisa Rp132 juta tidak pernah dikembalikan hingga kasus ini bergulir ke ranah hukum. Belakangan terungkap, uang tersebut bukan digunakan untuk kegiatan usaha, melainkan dipakai terdakwa untuk membayar tagihan dan kebutuhan pribadinya, termasuk menyerahkannya kepada seorang temannya bernama Robiyatun.

Akibat perbuatan itu, korban mengalami kerugian hingga Rp132 juta. Jaksa menilai perbuatan terdakwa memenuhi unsur Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan sebagai dakwaan alternatif.

Dalam persidangan, korban Sri Suningsih menegaskan bahwa dirinya sempat percaya karena terdakwa dikenal sebagai sosok yang religius dan aktif berbisnis. “Saya sempat ke rumahnya, dia menjelaskan usaha ini aman, katanya ekspor-impor jalan terus,” ujar Sri di depan majelis hakim.

Sementara saksi lain, Fitria, yang juga mengenal terdakwa selama 10 tahun, menyebut Nur Laila sering berbagi foto dan surat jalan kapal untuk memperkuat kesan bahwa bisnis ekspedisi itu benar adanya. Saksi Ainur juga mengalami nasib serupa setelah menanamkan modal Rp500 juta dengan janji keuntungan dari ekspor-impor yang ternyata fiktif.

Kuasa hukum korban, Memo Alta Zebua, SH, MH, menyatakan bahwa kasus ini adalah bentuk kejahatan kepercayaan yang kerap menjerat korban lewat hubungan pertemanan dan iming-iming bisnis cepat untung. “Ini modus klasik, tapi korbannya selalu baru. Kita berharap majelis hakim memberi putusan yang adil,” ujarnya seusai sidang.

Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Dalam persidangan sebelumnya, Nur Laila sempat menyatakan penyesalan dan berharap bisa menyelesaikan kewajibannya kepada korban.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa bisnis dengan janji keuntungan tinggi dalam waktu singkat, tanpa transparansi usaha yang jelas, kerap berakhir di meja hijau. {☆}