SURABAYA-Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) oleh Bambang Soerjo Adiantono melawan Emmanuel Jabah Soekarno selaku tergugat utama, serta BPN Kota Surabaya I dan Kelurahan Dukuh Pakis sebagai turut tergugat.
Gugatan iin atas kepemilikan lahan seluas 4.480 meter persegi di kawasan Taman Makam Pahlawan (TMP) Dukuh Pakis, Surabaya, kembali menjadi sorotan publik. Kasus yang telah berlarut sejak awal 1990-an itu kembali disidangkan dengan menghadirjan saksi-sakei di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (23/10/2025).
Gugatan yang dilayangkan penggugat Soerjo atas Sengketa berpusat pada terbitnya Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 530/Kelurahan Dukuh Pakis seluas 4.490 meter persegi atas nama Djabah Soekarno, yang menurut pihak penggugat diterbitkan di atas tanah warisan keluarga Soerjo Wirjohadipoetro.
Dalam sidang lanjutan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dr. Nur Kholis, penggugat menghadirkan dua saksi kunci, yakni Maman Sariman, seorang veteran TNI AD yang dulu membantu proses pembelian tanah, dan Suryaman, penjaga lahan yang kini disengketakan.
Saksi Maman Sariman menjelaskan bahwa dirinya mengenal almarhum Soerjo Wirjohadipoetro sejak 1971. Ia membantu pembelian tanah seluas ±4.480 meter persegi dari Senan P. Rukiyah, yang kemudian dicatat dalam Petok D Nomor 979, Persil 4, Kelas D II atas nama Soerjo Wirjohadipoetro.
Tanah itu dibeli Pak Soerjo pada tahun 1971 dengan harga Rp50 ribu per meter dan dibayar lunas,” terang Maman di persidangan.
Maman menambahkan, sejak pembelian hingga tahun 1984 dirinya ditugasi untuk mengawasi tanah tersebut, dan pajak bumi dan bangunan (PBB) dibayar oleh Soerjo Wirjohadipoetro hingga tahun 2009. Ia juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2010 dirinya sempat mengurus pendaftaran tanah ke BPN, namun mendapati sertifikat telah terbit atas nama Djabah Soekarno.
“Saya tidak tahu bagaimana bisa tanah itu berubah nama tanpa sepengetahuan keluarga Pak Soerjo,” ujarnya.
Saksi kedua, Suriyantono, yang menjadi penjaga tanah sejak 2011, menyatakan dirinya menggantikan penjaga lama bernama Sarimin. Ia menuturkan, sejak dulu warga sekitar mengetahui tanah itu sebagai milik keluarga Soerjo.
“Saya tahu tanah itu milik Pak Soerjo. Dari dulu orang-orang sini juga tahunya begitu,” ujarnya.
Suriyantono juga menyebut pagar di lahan tersebut baru dibangun pada tahun 2017 oleh seseorang yang mengaku suruhan pihak tergugat bernama Jabal.
“Waktu itu sempat dilarang sama Pak Sarimin karena tanahnya bukan milik mereka,” tambahnya.
Saat ditanya oleh majelis hakim siapa pemilik sebenarnya menurut pengetahuannya, Suriyantono menjawab singkat: “Milik Pak Soerjo, Yang Mulia”, jawabnya.
Ia menegaskan bahwa tanah tersebut masih tercatat atas nama Soerjo Wirjohadipoetro berdasarkan data krawangan Kelurahan Dukuh Pakis.
“Tanah itu milik Pak Soerjo Wirjohadipoetro. Saya yang membayar pajaknya. Tahun 2017 baru ada pemagaran oleh Pak Jabah,” katanya di depan majelis hakim.
Untuk memperjelas status tanah, majelis hakim turut menghadirkan Lurah Dukuh Pakis, Andreas Suryaman, yang dikonfrontir di persidangan. Ia membenarkan bahwa berdasarkan dokumen krawangan kelurahan, tanah tersebut memang masih tercatat atas nama Soerjo Wirjohadipoetro.
“Sejauh data yang kami miliki, tidak ada perubahan kepemilikan,” ujar Andreas di hadapan majelis hakim.
Objek sengketa tersebut berlokasi di Jalan Kyai Haji Abdul Wahid Siamin, Dukuh Pakis, dengan batas-batas sebagaimana tercatat dalam Petok D Nomor 979.
Utara: tanah milik Jenny Wanggana (dahulu Suharni) Timur: tanah milik Jenny Wanggana (dahulu Sampun P. Rais)
Selatan: Jalan Dukuh Pakis Gang Tikus (dahulu tanah asal Karnowo)
Barat: tanah eks Moenari.
Dalam gugatannya, penggugat Ir. Bambang Soerjo Adiantono meminta majelis hakim untukMenyatakan dirinya sebagai ahli waris sah almarhum H. KRMH. Soerjo Wirjohadipoetro; Menetapkan tanah seluas ±4.480 meter persegi di Dukuh Pakis sebagai hak milik keluarga Soerjo Wirjohadipoetro berdasarkan Petok D No. 979;
Menyatakan Sertifikat Hak Milik No. 530 atas nama Djabah Soekarno cacat hukum dan tidak berkekuatan mengikat;
Menghukum tergugat untuk membongkar pagar beton setinggi 2,25 meter serta spanduk klaim kepemilikan di atas lahan tersebut;
Menuntut ganti rugi materiil Rp1,75 miliar dan immateriil Rp1 miliar.
Berdasarkan keterangan saksi, gugatan serupa pernah dilayangkan almarhum Soerjo Wirjohadipoetro pada 2010 dan 2024, namun belum membuahkan putusan final. Kini, dengan perkara Nomor 202/Pdt.G/2025/PN Sby, pihak penggugat berharap majelis hakim dapat memberikan keadilan atas hak waris keluarga yang telah dikuasai secara turun-temurun sejak tahun 1971. {☆}




