Sidang Gugatan PMH Hadirkan Saksi, Hakim Soroti Kepemilikan Senjata Ibarat SIM Kenderaan

SURABAYA-Sidang gugatan Perbuatan Melswan Hukum (PMH) NO. 383/Pdt.G/2025/ PN Sby tentang kepemilikan senjata api (senpi) Glock 43 kaliber 32 antara Muhammad Ali melawan tergugat 1. Erwin Suharyomo, 2. Jistiji Hudaja, 3. DRA Lidawati, 4. Nining Dwi Asturti, 5. PT Conblock Indonesia Persada. Agenda menghadirkan saksi Ivan Kristianto di ruang Kartika, Kamis (28/8/25)

Dalam persidangan kali ini, Majelis hakim menyoroti tentang kepemilikan senjata dengan mencontohkan seperti ibarat kepemilikan SIM Mobil. “Jika SIM kenderaan dibayar dan diajukan saksi apa tetap saja SIM atas nama yang mengajukan?, ia betul atas nama saya yang mulia.

Sempat terjadi sedikit ketegangan, ketika Kuasa hukum Muhammad Ali, Andi Darti, menolak gugatan rekonvensi dari Tergugat II, Justini Hudaya. Namun, Majelis Hakim anggota Nurcolis menyebut rekonvensi masih relevan sebab berkaitan langsung dengan objek perkara senjata api.

Diawal persidangan saksi Ivan Kristianto menjelaskan bahwa Muhammad Ali bukan karyawan PT Conblock, apalagi menjabat sebagai direktur sebagaimana tercantum dalam surat keterangan untuk pengurusan izin kepemilikan senpi. Saya kenal Ali karena ia pernah datang ke kantor, dan dia bukan sebagai pegawai.

“Saya pernah melihat senjata api yang dibawa Ali ke kantor pada Maret 2024 dan ikut latihan menembak bersama Ali dan seorang karyawan bernama Wiwit pada Agustus 2024. Namun, ia menegaskan senjata yang digunakan saat latihan berbeda dengan yang sebelumnya. Dan saya bayar peluru yang saya pakai srwaktumlatihan menembak di Polda Jatim. “Waktu itu instrukturnya Pak Poli,” sebutnya.

Usai persidangan kuasa hukum tergugat kepada mefia mengatakan, kita sama-sama mendengar kesaksian Ivan bahwa dana mengalir ke Ali melalui Justini Hudaya mengeluarkan kasbon Rp. 320 juta untuk pembelian senpi tersebut, serta ada transfer Rp10,5 juta kepada Ali untuk perpanjangan izin. Namun, senjata tak kunjung dikembalikan ke perusahaan seperti rencana awal setelah satu tahun untuk dialihkan kepada penanggung jawab baru (PIC).
“Rencananya, setelah setahun senpi akan dialihkan ke saya sebagai PIC pengganti. Tapi itu tidak pernah terjadi, karena senjata tidak dikembalikan,” ujarnya.

Sementara itu, dalam dokumen penyerahan senpi ke Polda, Ali menyatakan senjata tersebut dibeli dengan uang pribadinya. Kuasa hukum PT Conblock, Nanang Abdi, menyebut pernyataan itu bertolak belakang dengan fakta-fakta persidangan.

“Ali bilang ke Polda senjata dibeli dengan uang sendiri. Tapi di persidangan, terungkap permintaan dana dari Justini hingga ratusan juta. Ada rekaman telepon yang kita hadirkan, termasuk permintaan tambahan dana Rp300 juta,” ujarnya.

Nanang juga menyebut bahwa jabatan Direktur yang disematkan kepada Ali hanyalah formalitas untuk memuluskan pengurusan izin, karena Ali menyatakan WNI keturunan tidak bisa mengurus pembelian dan izin senpi.
“Seandainya tidak ada larangan WNI Tionghoa memiliki senpi, tentu izin sejak awal atas nama klien kami, bukan meminjam nama. Ali juga bukan pengawal pribadi atau bodyguard dari Bu Justini,” ucapnya.

Sementara kuasa hukum penggugat Muhammad Ali, Andi Darti, menegaskan bahwa kepemilikan senjata api bela diri tidak bisa atas nama perusahaan. Ia merujuk pada peraturan Kapolri yang mengatur bahwa senpi untuk bela diri hanya bisa dimiliki perorangan. “Jadi, atas dasar apa PT Conblock mengklaim senjata itu milik mereka? Senpi bukan aset badan hukum. Izin yang keluar pun atas nama klien kami, Muhammad Ali,” tegas Andi.

Darti menjelaskan, dalam hal ini Pak Ali dan perusahaan saling membutuhkan karena beliau (Ali) mempunyai akses yang luas, selain itu, “mereka memiliki beberapa perkara sering dibantu pak Ali dari situ lah dipandangboleh Yustini selanjutnya dari situlah terjadi minta bantuan untuk dibelikan senpi. Mengenai Senpi, Ali sudah menyerahkan ke Intelkam Polda Jatim.

Ali penggugat menambahkan, semua itu rekayasa dia menutup-nutupi, kalau yang benar minta ke polda atau Mabes Polri lihat perizinan dong itu atas nama siapa, jangan ke saya mintanya. Mengenai tambahan uang utk beli senjata sekitar 600 juta itu diluar perkara ini, hal itu untuk kedua kalinya tidak jadi. {JAcK}