SURABAYA-Bilyet giro kosong maupun yang ditolak pemindahannya atau cek kosong yang dapat berpotensi dipidana karena termasuk dalam tindak pidana penipuan, terutama jika ada unsur kesengajaan mengelabui untuk menipu dalam penerbitannya. Hal ini lah diduga yang terjadi yang dilakukan oleh terdakwa Henry Wibowo, pemilik CV Baja Inti Abadi (BIA), duduk di kursi pesakitan Pengadilan Negeri Surabaya atas dugaan penipuan dan penggelapan dalam jual beli besi senilai Rp 6,24 miliar.
Perkara tersebut Jaksa Penuntut Umum menjerat Henry dengan dua pasal sekaligus, yakni Pasal 379a KUHP tentang perbuatan curang dalam pembelian, serta Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.
Dalam surat dakwaan, jaksa menjelaskan bahwa modus operandi yang dilakukan terdakwa adalah menggunakan badan usaha CV BIA untuk melakukan pembelian besi dalam jumlah besar kepada PT Nusa Indah Metalindo (PT NIM) dengan sistem “pembelian putus” dan pembayaran tempo 50–60 hari. Namun, setelah barang diterima dan diduga dijual kembali ke pihak ketiga, pelunasan tidak kunjung dilakukan. transaksi sepanjang 2023, PT NIM mengalami kerugian sebesar Rp6,24 miliar karena belum terbayarkan.
Sidang yang digelar di ruang Garuda 1 itu menghadirkan tiga saksi dari pihak PT NIM, yakni Budi Suseno (Manajer Marketing sekaligus pelapor), Ayu Yulia Putri (Administrasi Pembelian), dan Anisa Intan Pramesti (Keuangan). Ketiganya memperkuat bahwa transaksi bisnis antara PT NIM dan CV BIA bermula dari kepercayaan, mengingat terdakwa adalah pelanggan lama. Namun dalam tiga tahun terakhir, pembayaran hanya sebatas janji dan tidak pernah direalisasikan.
“Kami melakukan penagihan melalui surat, telepon, bahkan somasi. Sudah beberapa kali dilakukan mediasi, tapi tidak membuahkan hasil,” ujar Budi di hadapan majelis hakim.
“saya percaya dan mengenal terdakwa sejak 2017 karena pernah melakukan pembelian besi senilai 31,7 Miliar pembayaran berjalan baik. karena sistem oerusahaan adalah jual putus. den terdakwa hingga perusahaan terdakwa memesan besi di tahun 2023 CV, Jaya Inti Abadi lakukan pembelian senilai 6,2 M, namun hingga jatuh tempo belum dibayar hanya janji serta dibayar dengan Giro kosong” ucap saksi
Dalam sidang tersebut, Budi juga mengungkap fakta penting soal struktur kepengurusan CV BIA. Menurutnya, hingga akhir tahun 2023, nama Henry Wibowo belum pernah tercatat dalam akta resmi pengurus perusahaan. Saat PT NIM melakukan somasi, yang tercantum sebagai pengurus Fariani, istri dari terdakwa. Perubahan akta yang memasukkan nama Henry baru terjadi pada tahun 2024, setelah laporan pidana diajukan ke aparat penegak hukum.
“Kami menduga ini bagian dari upaya untuk mengalihkan tanggung jawab hukum. Sebab ketika perusahaan kami menyampaikan somasi, Fariani yang aktif menjawab. Bahkan dia menjanjikan akan mengembalikan Rp1 miliar dan satu unit apartemen sebagai bentuk penyelesaian,” beber Budi. “Tawaran itu kami tolak karena nilainya tidak sebanding dengan kerugian kami.”
Budi pun mempertanyakan mengapa istri terdakwa yang pernah menjabat sebagai pengurus aktif tidak turut dijadikan tersangka. Menurutnya, keterlibatan Fariani sangat jelas karena ikut bernegosiasi dengan korban, serta diduga mengetahui dan mengarahkan operasional CV BIA.
Saksi kedua, Ayu Yulia Putri, dari bagian administrasi pembelian PT NIM, menguatkan bahwa sepanjang 2023 ada 54 Purchase Order (PO) dari CV BIA yang telah dilayani. Barang berupa besi tersebut dikirim ke gudang CV BIA, namun hingga kini belum dibayar.
Sementara itu, saksi ketiga, Anisa Intan Pramesti dari bagian keuangan PT NIM, menyampaikan bahwa pihaknya sempat menerima enam lembar bilyet giro (BG) dari pihak terdakwa sebagai bentuk mengelabui untuk pembayaran. Namun setelah diajukan ke bank, seluruh BG ditolak karena saldo tidak mencukupi dan data pemilik rekening tidak valid.
“Penolakan ini menegaskan bahwa pembayaran hanya bentuk formalitas tanpa niat melunasi,” ujar Anisa.
Fakta-fakta tersebut terlihat bahwa terdakwa memang diduga sengaja membangun skema bisnis semu melalui badan usaha CV BIA. Pembelian dilakukan dengan janji pembayaran tempo, namun tidak disertai komitmen untuk membayar. Jaksa pun menyebut bahwa tanggung jawab hukum tidak berhenti pada Henry semata, namun perlu ditelusuri lebih jauh siapa saja yang turut mengambil keputusan atau menikmati hasil dari transaksi bermasalah tersebut.
Persidangan dijadwalkan akan kembali dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan. Publik dan para pelaku usaha tengah menanti langkah tegas dari aparat penegak hukum, termasuk kemungkinan dibukanya penyidikan terhadap pihak-pihak lain yang turut bertanggung jawab, seperti Fariani, istri terdakwa, yang disebut aktif dalam operasional dan negosiasi perusahaan. (Tim)