SURABAYA-Agenda Sidang putusan no perkara 807/Pid B/2025/Pn Sby dugaan tindak pidana kekerasan dengan terdakwa Amo Ateng Juliando, Rionaldo Dannelo, dan Ade Ardianto Suroso yang di dampingi Tim kuasa hukum Syarifudin Rakib, SH dan Rosa Pandahegang, SH kembali digelar oleh majelis Hakim yang di ketuai Jahoras Siringo Ringgo, SH, MH dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dedi Arisandi, SH di ruang Cakra, Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (3/7/2025).
Dalam persidangan sebelumnya para terdakwa didakwa pasal 170 KUHP dan dituntut 2 tahun penjara, namun dalam agenda sidang putusan , Hakim memvonis ketiga terdakwa 1 tahun 6 bulan dengan dalil dalam pembacaan putusan majelis hakim menyampingkan pembelaan (pledoi), karena dianggap sama dengan materi eksepsi.
Usai persidangan Tim kuasa hukum terdakwa Rosa Pandahegang, SH. Bersama Syarifudin Rakib, SH kepada media menyatakan, bahwa majelis hakim yang memutus perkara ini mencederai keadilan. Karena menyampingkan pembelaan (pledoi) yang kami ajukan, masak pledoi dibilang materi eksepsi.
“Pledoi itu bukan eksepsi yang mana di pasal 182 ayat (2) Kitap Hukum Acara Pidana ((KUHAP) jelas diatur sendiri-sendiri dan itu hak dari pada terdakwa, dan itu hakim melihat dan dikatakan sebagai eksepsi bagaimana mungkin, dan untuk apa Hakim mempertanyakan kepada saksi verbalisan terkait dengan perkara tersebut, apa perlukah Penasehat Hukum disini ?”, tegas Syarifudin.
Sementara tambah Syarifudin, dalam putusan vonis 2 tahun 6 bulan ini, para terdakwa bukan diberi kesempatan dan tidak ditanya hakim rembuk untuk upaya hukum apa banding atau terima. Begitu setelah dibacakan vonis ketuk palu langsung bubar kan ini terjadi lagi kesekian kali mencoret rasa keadilan yang musnah di Pengadilan Negeri Surabaya.
“Dalam menangani perkara seharusnya Hakim yang arif dan bijaksana dan juga harus sesuai pasal Pasal 183 KUHAP mengatur tentang batasan minimum pembuktian yang harus dipenuhi hakim untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Pasal ini menyatakan bahwa hakim tidak boleh memvonis bersalah seorang terdakwa kecuali jika ia memiliki keyakinan berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah bahwa terdakwa benar-benar bersalah melakukan tindak pidana. Dan termasuk pasal 187 KUHAP dalam pertimbangannya”, Sebut Syarifudin. {JAcK}