SURABAYA-Kejaksaan Negeri Tanjung Perak resmi menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi pengadaan dan pengolahan hasil perikanan fiktif di PT Perikanan Indonesia (PT PI) Unit Surabaya. Kedua tersangka tersebut yakni FD, selaku Kepala Unit PT PI Surabaya, dan P, Direktur PT SRBLI.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Tanjung Perak, I Made Agus Mahendra Iswara, menyampaikan bahwa, penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik mengantongi sejumlah bukti dan hasil pemeriksaan terhadap 22 saksi.
Mereka diahan “Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Tanjung Perak Nomor: 01/M.5.43/Fd.1/04/2025 tanggal 29 April 2025 sebagaimana telah diperpanjang dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor: 01A/M.5.43/Fd.1/06/2025 tanggal 12 Juni 2025, penyidik telah menetapkan dua orang tersangka dalam dugaan korupsi pembelian ikan (PO fiktif) di PT Perindo Surabaya,” ungkap Made Agus.
Made menjelaskan, Penyidik mengungkap kronologi kasus bermula pada 31 Oktober 2023, ketika FD menerima purchase order (PO) dari PT GEM untuk pembelian 85.000 kg ikan cakalang. Namun, PO tersebut digunakan secara fiktif untuk memanipulasi sistem internal PT PI menggunakan dokumen palsu yang disediakan oleh P, Direktur PT SRBLI.
FD kemudian menginput data palsu ke sistem “ACCURATE” seolah-olah stok ikan tersedia, mengirimkan nota dinas ke pusat, dan meminta pembayaran penuh sebesar Rp 1.782.458.060. Nyatanya, ikan tidak pernah dikirim hingga 20 November 2023. Untuk menutupi jejak, keduanya mengalihkan PO ke perusahaan lain (PT NNN) dengan modus serupa, namun hanya dibayar sebagian sebesar Rp 825 juta dari total tagihan Rp 2,04 miliar.
Selanjutnya, pada Januari 2024, FD kembali mengulang modus serupa. Kali ini menggunakan nama PT UDK, dengan permintaan fiktif 40.000 kg ikan cakalang dan 40.000 kg baby tuna. Kembali, P menyuplai dokumen palsu untuk memanipulasi sistem. PO dan nota dinas dikirim, dan PT PI pusat melakukan pembayaran lunas sebesar Rp 1.485.558.837. Namun, pembayaran kembali dikejar seolah-olah transaksi terjadi dengan PT UDK. Total tagihan mencapai Rp 1,8 miliar, namun hanya Rp 25 juta yang dibayarkan.
Kata Made, Hasil penyidikan sementara menunjukkan bahwa perbuatan para tersangka menimbulkan kerugian keuangan negara yang diperkirakan mencapai Rp 3 miliar. Penyidik menegaskan bahwa proses pendalaman masih terus berlangsung.
“Berdasarkan fakta sementara dari hasil penyidikan, perbuatan-perbuatan tersebut telah merugikan keuangan negara sekitar Rp 3 miliar, dan penyidikan akan terus dikembangkan untuk mendalami keterlibatan pihak lain,” rinci Made Agus.
Para tersangka disangkakan melanggar UU Nomor 20 Tahun 2001 adalah Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP; atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Tipikor jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. {B. Sitinjak}