DETEKTIFNEWS.com: Beduar Sitinjak
SURABAYA-Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Jatim, bersama dengan Bank Indonesia (BI) mengimplementasikan (menerapkan) Sistem informasi Monitoring Devisa terIntegrasi Seketika (SiMoDIS).
Penerapan ini suatu bentuk pengisian data impor/ekapor lewat aplikasi yang tersedia yang berdampak dengan pengimplementasian sistem tersebut bertujuan pasti dan positif bagi importir.
“Dalam pelaksanakan pengisian data ekspor dan impor dengan kepatuhan, kita sebagai pengusaha juga akan mendapatkan insentif dengan kepatuhan dan prioritas, mereka akan mendapatkan berbagai insentif,” kata Ramzy saat Sosialisasi Implementasi SiMoDIS & Konsultasi dengan Kadin Provinsi Jawa Timur untuk percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional di Graha Kadin Jatim, Rabu (7/10/20).
Menurut Romzi, penerapan ini, sejumlah kemudahan yang akan diberikan pemerintah ketika importir patuh dalam melaksanakannya, mulai dari kemudahan pelayanan hingga diberikan fasilitas fiskal.
“Sedangkan Bagi importir yang patuh akan diprioritaskan mendapatkan insentif seperti Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), kawasan berikat dan Authorized Economic Operator (AEO)”, ujarnya.

Romzi menjelaskan, untuk importir diberikan jalur prioritas atau mitra utama dan proses Clarence yang lebih cepat atau menjadi mitra utama. Kalau dapat fasilitas, kita bisa menekan biaya logistik yang selama ini masih tinggi sekitar 17 persen, tapi kalau dapat jalur khusus biaya bisa ditekan sampai menjadi 9 persen.
Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto mengatakan, saya menyambut baik dan mendukung sepenuhnya kegiatan-kegiatan fasilitasi bagi Asosiasi atau Himpunan dalam rangka menjaga kepentingan anggotanya. Salah satunya dalam hal pemahaman lebih mendalam dan implementasi regulasi Bank Indonesia terkait Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan Devisa Hasil Impor (DHI) yang implementasinya menggunakan Sistem Informasi Monitoring Devisa Terintegrasi Seketika (SiMoDIS).
Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jatim, Elly Silitonga saat di wawancara media menyatakan, sistem ini dihadirkan sebagai upaya pengendalian defisit transaksi berjalan dengan efektif dan terintegrasi terhadap ekspor, dan terhadap impor agar informasi data dapat dijadikan dasar pengembalian kebijakan dalam menciptakan perdagangan yang positif dan sehat.
“Pemantauan transaksi ekspor sudah dilakukan sejak 2012 dengan tingkat kepatuhan pelaporan pengusaha yang naik sampai di atas 95 persen, tetapi ke depan diperlukan penguatan dengan memperluas dan mengintegrasikan cakupan monitoring devisa ekspor dan impor termasuk transaksi e-commerce antar negara,” sebutnya.